“Si anjing sempet-sempetnya,”

Dinar sudah menyumpah di pagi hari, ya gimana nggak pandangan didepan mata dia sekarang emang lumayan bikin terheran-heran sih. Hisyam (lagi-lagi) sibuk berkutat didepan laptopnya. Terus ada Jelita di sebelahnya yang lagi sibuk ngupas buah pear buat Hisyam. Didepannya juga ada laptop yang Dinar yakin, cuma buat pajangan alias gak dia sentuh sama sekali.

“Lagi liburan nih elah skripsi mah ditinggal dulu bisa kali.” racau Dinar lagi. Hisyam hanya tersenyum kecil gak peduli.

“Hisyam lo bilangin gitu? mana mempan.” ujar Jelita sambil menyuap buah pear ke dalam mulut Hisyam. “Kayaknya gue telanjang depan dia juga gabakal ngaruh kalo lagi skripsian.” lanjut Jelita yang berhasil membuat Hisyam tersedak. Laki laki itu spontan meneguk air didepannya, matanya melotot tak percaya dengan ucapan Jelita barusan.

Jelita ikut menatap Hisyam kaget, “OH JADI MEMPAN? KALO AKU TELANJANG DEPAN KAMU KAMU BAKAL LANGSUNG BERENTI SKR—” Hisyam refleks menutup jalan bicara Jelita dengan tangannya, menahan Jelita untuk melanjutkan ucapannya. Telinganya memerah menahan malu terlebih dengan keberadaan Dinar yang sedang menatap mereka malas.

“Males kan lo liat mereka udah bucin kayak gini? better pas putus kan?” Mina yang datang entah darimana ikut duduk disamping Dinar sambil memberikan kopi buatannya. Dinar menyesap kopinya sebelum berbisik ke arah Mina, “Menurut lo kalo nanti mereka putus lagi, alesannya apa?” Dinar bicara sekecil mungkin sambil memerhatikan Jelita yang masih menggoda Hisyam.

Mina berpikir sebentar, “Gak di restuin sih. Jelita kan anak satu-satunya. Ibu-nya polisi jadi pasti maunya Jelita sama polisi juga gak sih?” jawab Mina.

Dinar mengangguk setuju. Jelita anak satu-satunya, ayahnya sudah meninggal sejak dia kecil. Ibunya selalu dinas keluar kota, dan terakhir setau Dinar, ibunya di mutasi ke Jogja. Salah satu alasan walaupun Jelita asli Jakarta, ia lebih memilih buat nge-kost karna belum berani buat tinggal sendiri di rumahnya.

—BUG sebongkah tissue mendarat tepat di kaki Dinar. Laki-laki itu menengadah, melihat Jelita yang sudah menatapnya dengan galak dari seberang meja. “Ngomongin gue ya lo?!”

“Si pede.” Dinar mengambil tissue tersebut dan kembali menaruhnya di meja. Matanya tak sengaja bertemu dengan mata Hisyam yang ternyata sedang menatapnya juga. “Gua gak ngomong apa-apaan Syam buset dah.”